Proses Perancangan Kota Menurut Hamid Shirvani


Hamid shirvani (1985 dalam Fahmyddin 2012:86 ) merupakan ahli perancangan kota yang membuat teori delapan elemen perancangan kota sebagai pedoman dalam merancang sebuah kota yaitu: Land Use, Building From and Massing, Circulation and Parking, Open Space, Pedestrian Ways, Activity Support, Signage, Preservation. Adapun detail dari setiap komponen adalah sebagai berikut:
a.         Tata Guna Lahan (Land Use)
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan industri akan terdapat berbagai macam bangunan industri atau di dalam kawasan perekonomian akan terdapat berbagai macam pertokoan atau pula di dalam kawasan pemerintahan akan memiliki bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual. Hamid shirvani menyarankan suatu perencanaan fungsi bersifat campuran (Mix Use), sehingga akan terjadi kegiatan 24 jam perhari, dan meningkatkan system infrastruktur suatu kota.

b.        Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)
Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai). Bentuk dan massa bangunan dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu:
1)        Ketinggian bangunan
2)        Kepejalan bangunan
3)        Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
4)        Koefisien Dasar Bangunan
5)        Garis Sempadan Bangunan
6)        Langgam
7)        Skala
8)        Material
9)        Tekstur
10)    Warna

c.         Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking)
Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya.
Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.
Elem ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas lingkungan, yaitu:
1)        Kelangsungan aktifitas komersial
2)        Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.
Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi persyaratan:
1.        Keberadaan sturkturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan
2.        Pendekatan program penggunaan berganda
3.        Tempat parkir khusus
4.        Tempat parkir di pinggiran kota
Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parker perancangan kota harus selalu memperhatikan:
1)      Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra kawasan dan aktifitas pada kawasan
2)    Jaringan jalan harus memberi orientasi pada pengguna dan membuat lingkungan yang nyaman
3)   Kerjasama dari sector kepemilikan privat dan public dalam mewujudkan tujuan dari kawasan.

d.             Ruang Terbuka (Open Space)
Elemen ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patung, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang Terbuka (Open space) biasanya berupa lapangan, jalan, sempadan, sungai, taman, makam, dan sebagainya. Dalam perencanaan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman/jalan (street futniture) berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman, dan sebagainya.
Menurut S Gunardi (1974) dalam Yoshinobu Ashihara, ruang luar adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. Ruang luar dipisahkan dengan alam dengan member “frame”, jadi bukan alam itu sendiri (yang dapat meluas tak terhingga). Elemen ruang terbuka kota meliputilansekap, jalan, pedestrian, taman da ruang-ruang rekreasi. Langkah yang dapat diambil dalam perancangan ruang terbuka:
1)        Survey pada daerah yang direncanakan untuk menentukan kemampuan daerah tersebut untuk berkembang.
2)        Rencana jangkapanjang untuk mengoptimalkan potensi alami (natural) kawasan sebagai ruang publik.
3)        Pemanfaatan potensi alam kawasan dengan menyediakan saran yang sesuai.
4)        Studi mengenai ruang terbuka untuk sirkulasi (open space circulation) mengarah pada kebutuhan akan penataan yang manusiawi.

e.         Area pejalan kaki (Pedestrian Ways)
Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. Perubahan-perubahan rasio penggunaan jalan raya yang dapat mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
1)       Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana komersial.
2)     Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-ramb, lampu, tempat duduk, dan sebaginya.
Jalur pedestrian harus mempunyai syarat-syarat untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyaman pada penggunanya. Syarat-syarat tersebut adalah:
1)        Aman dan leluasa dari kendaraan bermotor
2)        Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan dengan hambatan kepadatan pejalan kaki.
3)         Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan gangguan naik-turun, ruang yangsempit, dan penyerobotan fungsi lain.
4)        Punya nilai estetika dan daya tarik, dengan penyediaan sarana dan prasarana jalan seperti: taman, bangku, tempat sampah, dan lainnya.

f.        Aktivitas pendukung (Activity support)
Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas. Meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang terbuka public, karea aktivitas da ruang fisik saling melengkapi satu sama lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa saran pendukung jalur pejalan kaki atau plaza tapi juga fungsi elem kota yang dapat membangkitkanaktifitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-alun, dan sebaginya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan desain activity support adalah:
1)        Adanya koordinasi antara kegiatan dengan lingkungan binaan yang dirancang.
2)        Adanya keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan dalam suatu ruag tertentu.
3)        Bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual.
4)        Pengadaan fasilitas lingkungan.
5)        Sesuatu yang terukur, menyangkut ukuran, bentuk dan lokasi dan fasilitas yang menampung activity support yang bertitik tolak dari skala manusia. 

g.         Penanda (Signage)
Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, sclupture, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan tidak diataur perletakannya, maka akan dapat menutup fasad bangunan dibelakangnya. Dengan begitu visual bangunan tersebut akan terganggu. Namun jika dilakukan penataan dengan baik, akan kemungkinan penandaan tersebur dapat menambah keindahan visual bangunan dibelakangnya. Oleh karena itu, pemasangan penandaan haruslah mampu menjaga keindahan visual bangunan perkotaan. Dalam pemasangan penandaan harus memperhatikan pedoman teknis yaitu:
1)        Penggunaan penandaan harus merefleksikan karakter kawasan.
2)        Jarak dan ukuran harus memadahi dan diatur sedemikian rupa agar menjaminjarak penglihatan dan menghindari kepadatan.
3)        Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan arsitektur disekitar lokasi.
4)        Pembatasan penggunaan lampu hias kecuali penggunaa khusus untuk theater dan tempat pertunjukkan.
5)        Pembatasn penandaan yang berukuran besar yang mendominir dilokasi pemandangan kota.
6)        Penandaan mempunyai pengaruh penting pada desain tata kota sehingga pengaturan bentuk dan perletakan papan-papan petunjuk sebaiknya tidak menimbulkan pengaruh visual negative dan tidak mengganggu rambu-rambu lalu lintas.

h.        Preservasi
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah. Manfaat dari adanya preservasi antara lain:
1)        Peningkatan nilai lahan.
2)        Peningkatan nilai lingkungan.
3)        Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek komersial.
4)        Menjaga identitas kawasan perkotaan.
5)        Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi.

semoga bermanfaat :)
Tulisan ini berdasarkan sumber dari: 
        Fahmyddin A’raaf Tauhid. 2012. Perancangan Kota Ramah Bencana. Makassar: Alauddin University Press.
  

Komentar

Arsal Amiruddin mengatakan…
Mana isinya yg laen ini

Postingan Populer